Menjadi guru
adalah nasib atau takdir yang harus dijalani. Tak peduli seberapa keras
berusaha untuk menjauh dari dunia mengajar, namun takdir selalu membawa kembali
ke dunia mengajar. Mengapa disebut kembali ke dunia mengajar? Karena dunia
mengajar bukan dunia yang asing bagiku. Dari kakek nenek, orang tua, pakde, bude,
paklik, bulik hingga kakak sepupu pun berkecimpung dalam dunia mengajar.
Ketika
memantapkan hati menjadi guru, tak terbesit sedikit pun keinginan untuk menjadi
ASN. Dari awal niat hati menjadi guru hanya ingin mengajar dan mendidik dengan
sebaik dan semampunya. Sama sekali tidak ada keinginan untuk menjadi ASN.
Pertama kali
menjatuhkan pilihan untuk bekerja menjadi guru saat tahun 2012 setelah melalui
proses wisuda prodi Bahasa Sastra Indonesia dan Bahasa Daerah Fakultas Ilmu
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang. Layaknya
wisudawan yang lain, sebelum prosesi wisuda digelar sudah berusaha untuk
melamar pekerjaan ke sana ke mari.
Mencoba melamar
pekerjaan sebagai guru di beberapa sekolah di malang dan sekitarnya, meskipun
diterima di salah satu SMPIT di kota Batu namun aku memantapkan hati untuk
datang ke Kota Palangka Raya yang saat itu dijanjikan akan menjadi pengajar dan
pendidik di salah satu Sekolah Dasar di kota Palangka Raya dikarenakan guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia sudah pensiun. Nyatanya sampai guru pensiun tersebut menghembuskan
nafas terakhir, aku tak kunjung juga mendapatkan panggilan mengajar.
Meskipun
belum mengajar di sekolah aku sedikit memiliki kesibukan di bimbingan belajar
primagama Palangka Raya, sambil menunggu status menjadi guru aku bisa
menghabiskan waktu menjadi tutor di bimbingan belajar tersebut. Dan benar saja,
berkat menjadi tutor itu akhirnya berkenalan dengan salah satu tutor, aku
memanggilnya mbak Anggit, yang kemudian mencoba menawarkan untuk melamar di
sekolah tempat beliau belajar.
Sabtu, 13
April 2013 aku mengantar surat lamaran ke sekolah dasar yang sudah
direkomendasikan mbak Anggit. Tiga hari berikutnya sms masuk ke hp yang isinya
meminta untuk hadir ke sekolah tanpa diberitahu bahwa kehadiran tersebut untuk
menjalankan tes wawancara dan praktik mengajar.
Setelah
melalui rangkaian tes tersebut, keesokan harinya di hari Kamis, 18 April 2012
diminta untuk datang dan langsung stand
bye menjadi pengajar wali kelas di kelas 3 dari pukul 06.30-14.00 WIB. Sejak
saat itu resmi lah diri ini menyandang status sebagai guru Sekolah Dasar Islam
Terpadu Al-Furqan kota Palangka Raya yang menjadi tempat belajar untuk mengajar
dan mendidik penerus bangsa.
Selama
mengajar di sana, sedikit pun belum pernah terpikirkan untuk mencari sekolah
yang lebih baik atau menjadi ASN. Pernah sekali mengikuti tes cpns di Kabupaten
Pulang Pisau, dengan tujuan hanya ingin mencari pengalaman. Pengalaman
mendaftar hingga mengerjakan soal-soal tes. Namun hanya sampai di pengalaman
saja.
Menurutku
menjadi ASN itu memikul tanggung jawab besar, dan saat itu aku merasa belum
mampu untuk memikul tanggung jawab tersebut. Jiwaku masih jiwa berpetualang dan
menginginkan kebebasan. Bahkan setelah menikah lalu dianugerahi putri kembar
sekalipun jiwa masih ingin bebas.
Itu sebabnya
setiap kali datang waktu penerimaan ASN, aku sama sekali tak tertarik. Bahkan
orang tua selalu mendesak untuk melamar, namun lagi-lagi aku hanya menolak
dengan beralasan “belum ingin menjadi PNS”
Selama
menjadi guru honorer swasta silih berganti melihat teman-teman yang pergi
meninggalkan sekolah karena mendapat kesempatan menjadi PNS. Pun masih belum
membuatku untuk mengikuti jejak mereka.
Sampai
akhirnya, di pertengahan tahun 2021, selepas pelaksanaan PAS semester genap,
putri terakhirku menghadap kepada sang pencipta. Saat itu adalah titik terendah
sebagai manusia dan sebagai ibu. Hilang semua hasrat yang berhubungan dengan
kehidupan dunia. Tidak memiliki keinginan melakukan suatu hal, tidak memiliki
keinginan untuk memiliki sesuatu bahkan sekedar nafsu makan pun tidak ada.
Meskipun perut perih, namun tetap tidak bisa makan. Hari-hari penuh duka
berlalu, sekolah memberikan cuti sampai waktu masuk tahun ajaran baru.
Meskipun
mendapat keringan untuk cuti, aku tetap memaksakan diri untuk hadir saat
pembagian rapor kenaikan kelas. Begitu pula dengan mengikuti kegiatan rapat dan
pelatihan pengembangan kompetensi guru yang diadakan oleh sekolah. Hal tersebut
kulakukan supaya tidak merasa jenuh berada di rumah, hanya diam dan menangis.
Meski ketika berada di sekolah, beberapa kali tetap tidak bisa membendung air
mata.
Tiba lah
tahun ajaran baru, proses belajar mengajar pun berlangsung walau masih daring.
Meskipun masih berduka tak memiliki keinginan namun aku selalu bersemangat
ketika waktu mengajar tiba.
Mengajar
ternyata menjadi healing yang ampuh di masa duka. Padahal untuk mengurus anak
seperti memandikan, menidurkan, mengajak bermain dan belajar aku tak bisa.
Mengurus anak aku tak bisa namun jika datang waktu mengajar aku sangat
bergembira. Walaupun saat itu hanya belajar daring.
Setelah kasus
pandemi covid varian delta mengalami penurunan, sekolah akhirnya melaksanakan
pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT). Aku tetap bersemangat datang ke
sekolah dan mengajar. Namun jika saat pulang, sepanjang jalan pulang dari
sekolah sampai rumah, menempuh 11 KM, sepanjang itu pula air mataku deras
mengucur hingga membasahi masker. Pasalnya waktu pulang adalah waktu yang
membahagiakan karena ketiga peri cantik terutama yang bungsu tidak bisa tidur
siang jika bukan ibunya yang menidurkan.
Hari semakin
hari ternyata rasanya semakin berat. Berat rasanya setiap pulang selalu
mengingat wajah ceria yang menyambut di balik pintu. Tidak hanya itu jarak ke
sekolah pun terasa memberatkan. Sampai pada akhirnya terbesit sedikit keinginan
untuk berhenti dari SDIT Al-Furqan yang sudah 9 tahun membersamai perjalanan
hidupku.
Saat itu,
entah mengapa rasanya susah untuk bertahan, bekerja menjadi guru honorer di
sekolah swasta memang memikul beban yang berat, hal itu sudah menjadi rahasia
umum. Bukan hanya satu atau dua sekolah, bahkan guru-guru satu nusantara pun
akan mengakui bahwa menjadi guru di sekolah swasta memiliki beban kerja yang
banyak.
Hal itu pula
yang tengah aku rasakan, dulu sama sekali tak ada masalah. Sebanyak apapun
beban kerja yang diberikan aku ikhlas mengerjakannya karena aku menyadari
memang begitulah menjadi guru honorer di swasta.
Namun di
pengabdian menuju 9 tahun kala itu ditambah kondisi jiwa yang terluka dan
berduka, rasanya sudah tak mampu bertahan lagi. Ke mana aku harus mengajar.
Usia sudah tidak muda lagi, mau melamar menjadi guru di sekolah swasta yang
lain pasti akan bersaing dengan yang fresh graduate, terlebih jika perempuan
sudah menjadi istri dan ibu pasti akan melalui pertimbangan panjang untuk
diterima.
Beruntung
lah saat itu dibuka pendaftaran tentang penerimaan ASN PPPK guru seluruh
Indonesia tahun 2021. Aku pikir mungkin ini bisa menjadi jalanku untuk berhenti
dari sekolah yang sekarang. Mendapatkan tempat yang baru, teman baru, suasana
yang baru dan bisa sedikit memberikan kenangan baru.
Setelah
membuat akun di halaman https://sscasn.bkn.go.id/ pada hari Ahad, 18 Juli 2021 dan menunggu pengumuman seleksi
berkas, akhirnya aku dinyatakan lolos dan berhak mengikuti seleksi kompetensi
tahap II di hari Jumat, 10 Desember 2021.
Di malam
menjelang tes justru hati semakin galau. karena hati sudah bergantung, berharap
untuk dapat lolos. Namun di satu sisi harus mempersiapkan diri bahwa ada
kemungkinan tidak lolos padahal hati rasanya berat untuk bertahan.
Apalagi lolos dan mendapat formasi PPPK merupakan keinginan pertama kali
yang kurasakan setelah mengalami kedukaan yang mendalam.
Sampai
akhirnya aku mencoba untuk ikhlas dan pasrah. Aku pasrahkan semuanya kepada
pemilik hidup supaya Allah atur mana yang terbaik untuk aku terima dan jalani.
Lolos atau pun tidak, sudah tak kupikirkan lagi. Aku hanya perlu menjalani
takdirku dengan baik dan bertanggung jawab dengan pilihan yang telah kupilih.
Jumat, 17
Desember 2021 akhirnya pengumuman resmi bisa di akses di laman https://sscasn.bkn.go.id/ selepas sholat subuh mencoba untuk
membuka dan di sana didapati keterangan “lolos dan mengisi formasi”.
Alhamdulillah,
meskipun ada rasa sedih berpisah dari sekolah dan teman-teman guru yang telah
membersamai selama 9 tahun, namun ada rasa bahagia akan mempunyai tempat dan
keluarga baru, dan tanggung jawab baru. Dan yang paling penting harus diingat,
bahwa di setiap keadaan dan tempat baru ada visi dan misi yang diemban.
“Seiring
dengan datangnya kekuatan yang besar, datang juga tanggung jawab yang
besar” Ben Parker, Spiderman 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar