Sabtu, 11 Juni 2022

MENYULAM MIMPI BERSAMA TANJUNG KODOK

 


        Fajar telah menyingsing, kokok ayam pun saling bersahutan membangunkan semua hamba yang terlelap dan terbuai mimpi di balik hangatnya selimut. Begitu terdengar adzan subuh yang mendayu-dayu dari mikrofon masjid, Zaira mengakhiri tilawahnya untuk sejenak menyimak dan menjawab adzan. Setelah menunaikan kewajiban sebagai muslim, Zaira kembali melanjutkan bacaan bukunya yang terputus semalam, entahlah ia begitu tertarik untuk mengetahui Tanjung Kodok. Pesona wisata pesisir di daerah Lamongan yang begitu menawan.

        Batu besar yang menyerupai kodok itu ternyata tidak hanya berada di daerah Lamongan tepatnya kecamatan Paciran, namun ternyata ada pula di pulau Bawean. Setelah dilihat secara seksama, ternyata dua batu besar yang menyerupai kodok itu saling berhadapan, dipisahkan oleh laut yang membentang. Konon dua kodok itu saling mencintai, namun tidak bisa bersatu karena lautan yang memisahkannya.

        “Oh... jadi begitu ceritanya, pantas Batu Kodok itu terlihat bersedih”, komentar Zaira Setelah menyelesaikan bacaanya.



        Mentari tanpa malu-malu menampakkan dirinya untuk menghangatkan semua mahkluk di muka bumi ini. Aktivitas pun mulai menggeliat. Beberapa teman kos Zaira sudah keluar dan berolahraga sejenak, sambil mengantri mandi, maklumlah hari ini hari senin awal perkuliahan setelah libur mingguan, biasanya banyak mahasiswa yang masuk pagi. Karena itu harus mengantri panjang.

                                                                                    ***

        “Ra... Andi dan April putus lho...!” tiba-tiba suara itu mengagetkan Zaira, begitu pun dengan berita         yang ia bawa.

        “Hah...?? Masak sih?” Tanya Zaira sedikit bengong.

        “Iya... aku baru diberi tahu tadi pagi.” Jawab Lia dengan mantap untuk meyakinkan Zaira.

        “Katanya sih, mereka putus setelah mengunjungi wisata Tanjung Kodok di pesisir pantai utara Lamongan” Lia memaparkan kronologinya. Tapi Zaira hanya diam. Sedikit pun ia tidak memberi komentar.

        Rasanya tidak mungkin Andi dan April putus begitu saja, secara mereka sudah menjalin hubungan lama banget, sejak di pesantren, berlanjut di bangku kuliah dan rencananya satu tahun lagi akan menikah, tapi kini tiba-tiba putus setelah mengunjungi wisata Tanjung Kodok. 

Zaira teringat pada buku yang tadi pagi ia baca, bahwa jika sepasang muda-mudi mengunjungi Tanjung Kodok maka ia akan berpisah. Karena kodok tersebut tidak rela melihat sepasang kekasih yang berbahagia. 

        “Tapi tidak mungkin...!!” kata Zaira. “Itu kan hanya mitos, tidak mungkin terjadi, aku gak percaya. Aku harus membuktikannya sendiri” katanya mantap dalam hati.

        “Ra... kok bengong sih??” suara Lia membuyarkan Zaira yang terlalu asyik dengan pikirannya.

        “Eh,,,umm,,,,gak ada apa-apa,” jawab Zaira cepat. Padahal di kepalanya banyak hal yang tengah menari-nari. 

        Ia tak habis pikir bahwa Andi dan April akan putus setelah keduanya merencanakan pernikahan. Rasanya seperti mimpi, ia berulang-ulang kali mencubit pipinya, namun sakit yang selalu dirasa. Itu artinya bahwa ia tidak sedang bermimpi, ini nyata. 

Ingatannya terbang ke beberapa masa silam, April terlihat pucat saat menyembunyikan surat untuk Andi yang ia letakkan di balik jam dinding. Maklum sekolah di pesantren antara siswa dan siswi kelasnya dipisah. Waktu pagi kelas tersebut digunakan putra sedangkan putri menggunakannya setelah putra.

Biasanya jika ada yang ingin disampaikan antara putra dan putri mereka akan menuliskan pesan di papan atau di meja. Namun tidak jarang pula menggunakan surat jika banyak informasi yang harus disampaikan. Maklumlah di pesantren tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi, HP dan lainnya, yang ada hanyalah kertas, itulah yang menjadi media untuk berkomunikasi.

Hal itu pun terjadi pada Andi dan April, keduanya berkomunikasi dengan menggunakan surat. Surat tersebut kadang dititipkan dan kadang pula diselipkan dalam kelas. Di bawah meja, di balik papan bahkan di balik jam dinding. Agar tidak ketahuan siapa pun khususnya pengurus pesantren. Karena jika sampai ketahuan berhubungan dengan lawan jenis akan dikenakan sanksi. 

April tampak pucat karena ia belum sempat turun dari meja yang ia susun untuk membantu tubuhnya agar menjangkau jam dinding dan meletakkan surat di balik jam tersebut. Tanpa disangka, Zaira dan teman-teman yang lain masuk ke dalam kelas. April begitu gemetaran hingga ia hampir terjatuh. 

   “Gak perlu takut Pril, santai aja kali,,,,kita gak akan lapor” kata Zaira mencoba untuk menenangkannya.

        “Beneran ya,,,!!! Aku mohon...!!” pintanya dengan sangat 

        “Tenang aja....!!!”

        Namun malang melintang, sepulang sekolah pengurus pesantren melakukan razia di berbagai kelas dan surat April ditemukan. Sanksi pun harus dijalaninya yaitu membersihkan halaman pesantren seorang diri selama satu minggu. 

Zaira tersenyum mengingat peristiwa tersebut, April sampai mendapat hukuman untuk bisa berkomunikasi dengan Andi, namun sekarang tiba-tiba keduanya putus. Susah sekali dipercaya. Manusia memang berhak berusaha, namun Allah jualah yang menentukan segalanya.

Weekend tiba, dengan tekat bulat Zaira pergi mengunjungi wisata Tanjung Kodok bersama Mas Akbar calon suami yang telah melamar dirinnya sebulan yang lalu. Dengan sedikit berdebar-debar, antara rasa percaya dan tidak percaya Zaira mendekati batu besar yang menyerupai kodok itu dan menatapnya dalam-dalam.

        “Kasihan kodok ini, jika memang benar kodok ini tidak bisa bersatu dengan kekasihnya, karena sesungguhnya Allah telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Ada energi positif, ada pula negatif. Tidak ada siang yang tidak diiringi malam, ada kesedihan yang kemudian berbuah kebahagiaan. Pun dengan manusia, pernikahan menjadikan hati manusia tenang, karena telah ada yang mendampinginya, ada sosok yang mengiringi langkahnya dalam mengarungi hidup.” Ucap Zaira dalam

hati.

        “Hamba tak percaya ya Allah... jika Tanjung Kodok ini memisahkan dua pasangan kekasih, hanya kehendak-Mu semua bisa terjadi. Dan hamba yakin bahwa dengan ridho-Mu hubungan hamba ini akan

berlangsung di pelaminan.” Katanya dalam hati Zaira dan Akbar kemudian duduk di atas batu kodok, menikmati terpaan angin pantai pesisir Lamongan sambil menikmati sunset ditambah musik dari kecipak ikan yang tengah berkejaran begitu pun dengan ombak yang melambai-lambai di tepian. Begitu indah pesona Tanjung Kodok di mata Zaira.

 

***

        Zaira tersenyum sambil menutup diary yang setia menemaninya hingga ia memiliki dua anak lucu, begitu pun dengan suaminya, Akbar tersenyum di sampingnya.

        “Makanya kita harus berprasangka baik, jangan berprasangka buruk, karena Allah selalu mengikuti persangkaan hambanya” ujar Akbar sambil memencet hidung istrinya.

 



*Disadur dari mitos Tanjung Kodok di daerah pesisir Lamongan 

4 komentar:

SOAL ULANGAN HARIAN TEMATIK KELAS 1

Kerjakan soal berikut ini! Memuat…