Fajar telah menyingsing, kokok ayam pun saling
bersahutan membangunkan semua hamba yang terlelap dan terbuai mimpi di balik
hangatnya selimut. Begitu terdengar adzan subuh yang mendayu-dayu dari mikrofon
masjid, Zaira mengakhiri tilawahnya untuk sejenak menyimak dan menjawab adzan.
Setelah menunaikan kewajiban sebagai muslim, Zaira kembali melanjutkan bacaan
bukunya yang terputus semalam, entahlah ia begitu tertarik untuk mengetahui
Tanjung Kodok. Pesona wisata pesisir di daerah Lamongan yang begitu menawan.
Batu besar yang menyerupai kodok itu ternyata tidak
hanya berada di daerah Lamongan tepatnya kecamatan Paciran, namun ternyata ada
pula di pulau Bawean. Setelah dilihat secara seksama, ternyata dua batu besar
yang menyerupai kodok itu saling berhadapan, dipisahkan oleh laut yang
membentang. Konon dua kodok itu saling mencintai, namun tidak bisa bersatu
karena lautan yang memisahkannya.
“Oh... jadi begitu ceritanya, pantas Batu Kodok itu
terlihat bersedih”, komentar Zaira Setelah menyelesaikan bacaanya.
Mentari tanpa malu-malu menampakkan dirinya untuk
menghangatkan semua mahkluk di muka bumi ini. Aktivitas pun mulai menggeliat.
Beberapa teman kos Zaira sudah keluar dan berolahraga sejenak, sambil mengantri
mandi, maklumlah hari ini hari senin awal perkuliahan setelah libur mingguan,
biasanya banyak mahasiswa yang masuk pagi. Karena itu harus mengantri panjang.
***
“Ra... Andi dan April putus lho...!” tiba-tiba
suara itu mengagetkan Zaira, begitu pun dengan berita
yang ia bawa.
“Hah...?? Masak sih?” Tanya Zaira sedikit bengong.
“Iya... aku baru diberi tahu tadi pagi.” Jawab Lia
dengan mantap untuk meyakinkan Zaira.
“Katanya sih, mereka putus setelah mengunjungi wisata
Tanjung Kodok di pesisir pantai utara Lamongan” Lia memaparkan kronologinya.
Tapi Zaira hanya diam. Sedikit pun ia tidak memberi komentar.
Rasanya tidak mungkin Andi dan April putus begitu saja,
secara mereka sudah menjalin hubungan lama banget, sejak di pesantren,
berlanjut di bangku kuliah dan rencananya satu tahun lagi akan menikah, tapi
kini tiba-tiba putus setelah mengunjungi wisata Tanjung Kodok.
Zaira
teringat pada buku yang tadi pagi ia baca, bahwa jika sepasang muda-mudi
mengunjungi Tanjung Kodok maka ia akan berpisah. Karena kodok tersebut tidak
rela melihat sepasang kekasih yang berbahagia.
“Tapi tidak mungkin...!!” kata Zaira. “Itu kan hanya
mitos, tidak mungkin terjadi, aku gak percaya. Aku harus membuktikannya
sendiri” katanya mantap dalam hati.
“Ra... kok bengong sih??” suara Lia membuyarkan Zaira
yang terlalu asyik dengan pikirannya.
“Eh,,,umm,,,,gak ada apa-apa,” jawab Zaira cepat.
Padahal di kepalanya banyak hal yang tengah menari-nari.
Ia tak habis pikir bahwa Andi dan April akan putus
setelah keduanya merencanakan pernikahan. Rasanya seperti mimpi, ia
berulang-ulang kali mencubit pipinya, namun sakit yang selalu dirasa. Itu
artinya bahwa ia tidak sedang bermimpi, ini nyata.
Ingatannya
terbang ke beberapa masa silam, April terlihat pucat saat menyembunyikan surat
untuk Andi yang ia letakkan di balik jam dinding. Maklum sekolah di pesantren
antara siswa dan siswi kelasnya dipisah. Waktu pagi kelas tersebut digunakan
putra sedangkan putri menggunakannya setelah putra.
Biasanya
jika ada yang ingin disampaikan antara putra dan putri mereka akan menuliskan
pesan di papan atau di meja. Namun tidak jarang pula menggunakan surat jika
banyak informasi yang harus disampaikan. Maklumlah di pesantren tidak
diperbolehkan membawa alat komunikasi, HP dan lainnya, yang ada hanyalah
kertas, itulah yang menjadi media untuk berkomunikasi.
Hal
itu pun terjadi pada Andi dan April, keduanya berkomunikasi dengan menggunakan
surat. Surat tersebut kadang dititipkan dan kadang pula diselipkan dalam kelas.
Di bawah meja, di balik papan bahkan di balik jam dinding. Agar tidak ketahuan
siapa pun khususnya pengurus pesantren. Karena jika sampai ketahuan berhubungan
dengan lawan jenis akan dikenakan sanksi.
April
tampak pucat karena ia belum sempat turun dari meja yang ia susun untuk
membantu tubuhnya agar menjangkau jam dinding dan meletakkan surat di balik jam
tersebut. Tanpa disangka, Zaira dan teman-teman yang lain masuk ke dalam kelas.
April begitu gemetaran hingga ia hampir terjatuh.
“Gak
perlu takut Pril, santai aja kali,,,,kita gak akan lapor” kata Zaira mencoba
untuk menenangkannya.
“Beneran ya,,,!!! Aku mohon...!!” pintanya dengan
sangat
“Tenang aja....!!!”
Namun malang melintang, sepulang sekolah pengurus
pesantren melakukan razia di berbagai kelas dan surat April ditemukan. Sanksi
pun harus dijalaninya yaitu membersihkan halaman pesantren seorang diri selama
satu minggu.
Zaira
tersenyum mengingat peristiwa tersebut, April sampai mendapat hukuman untuk
bisa berkomunikasi dengan Andi, namun sekarang tiba-tiba keduanya putus. Susah
sekali dipercaya. Manusia memang berhak berusaha, namun Allah jualah yang
menentukan segalanya.
Weekend
tiba, dengan tekat bulat Zaira pergi mengunjungi wisata Tanjung Kodok bersama
Mas Akbar calon suami yang telah melamar dirinnya sebulan yang lalu. Dengan
sedikit berdebar-debar, antara rasa percaya dan tidak percaya Zaira mendekati
batu besar yang menyerupai kodok itu dan menatapnya dalam-dalam.
“Kasihan kodok ini, jika memang benar kodok ini tidak
bisa bersatu dengan kekasihnya, karena sesungguhnya Allah telah menciptakan
segala sesuatu berpasang-pasangan. Ada energi positif, ada pula negatif. Tidak
ada siang yang tidak diiringi malam, ada kesedihan yang kemudian berbuah
kebahagiaan. Pun dengan manusia, pernikahan menjadikan hati manusia tenang,
karena telah ada yang mendampinginya, ada sosok yang mengiringi langkahnya
dalam mengarungi hidup.” Ucap Zaira dalam
hati.
“Hamba tak percaya ya Allah... jika Tanjung Kodok ini
memisahkan dua pasangan kekasih, hanya kehendak-Mu semua bisa terjadi. Dan
hamba yakin bahwa dengan ridho-Mu hubungan hamba ini akan
berlangsung
di pelaminan.” Katanya dalam hati Zaira dan Akbar kemudian duduk di atas batu
kodok, menikmati terpaan angin pantai pesisir Lamongan sambil menikmati sunset
ditambah musik dari kecipak ikan yang tengah berkejaran begitu pun dengan ombak
yang melambai-lambai di tepian. Begitu indah pesona Tanjung Kodok di mata
Zaira.
***
Zaira tersenyum sambil menutup diary yang setia
menemaninya hingga ia memiliki dua anak lucu, begitu pun dengan suaminya, Akbar
tersenyum di sampingnya.
“Makanya kita harus berprasangka baik, jangan
berprasangka buruk, karena Allah selalu mengikuti persangkaan hambanya” ujar
Akbar sambil memencet hidung istrinya.
*Disadur dari mitos Tanjung Kodok di daerah pesisir Lamongan
Keren👍👍👍
BalasHapus🤗🤗🙏
HapusKeren bingitttttt, jempol dua deh.
BalasHapusTerima kasih 🙏
BalasHapus