Bulan melirik sosok di sebelah Siska. Sosok tegap yang tengah menggendong seorang bocah, Didit yang dulu pernah menjadi pelabuhan cinta SMA-nya. Penghianat cinta, ia masih sangat ingat saat laki-laki tersebut akan melamarnya. Kini Didit telah menikah dengan Siska adik kelas yang kecentilan, setelah menikah dengan Lia teman sekelas Bulan. Dasar buaya darat.
“Halo…!!” suara centil Siska menyentakkan Bulan. Masih sama seperti dahulu, centil.
“Ya, maaf…!!” kata Bulan cepat
“Kapan nih mau menyusul seperti kak Feeza?”
Pertanyaan Siska betul-betul menohok perasaan Bulan. Ia pun gelagapan untuk menjawab.
“Hm,,,kapan ya, aku masih mencari yang tepat dan yang terbaik. Aku tak ingin salah langkah, apalagi pernikahan bukanlah permainan” jawabnya sambil melirik Didit, Didit pun memalingkan pandangannya. “Uft…lega rasanya, akhirnya mereka pergi juga”
Bulan celingukan sendiri, dilihatnya ke sana-ke mari tak ada satu pun yang tidak berpasangan, ada bocah-bocah lucu di tengah setiap pasangan. Pemandangan seperti itu selalu ia dambakan, namun hingga sahabatnya maju ke pelaminan ia masih saja seorang diri.
Acara demi acara terus saja berlangsung, hingga acara pemberian restu dan berpose bersama pengantin. Semua para undangan berebut untuk memberi ucapan selamat, sedangkan Bulan memilih untuk memberi ucapan selamat di akhir agar bisa mengobrol lebih lama. Kerumunan para undangan itu kebanyakan adalah temannya yang tengah digandeng oleh suami masing-masing, hanya dirinya seorang diri.
Bulan keluar dari kerumunan para undangan, lari menuju toilet. Ia menenangkan diri sejenak sambil merapikan make-up dan tatanan rambutnya. Dipandangnya pantulan diri di cermin, wajah itu tak jelek, bahkan tak kalah dengan bintang Lux, tapi mengapa hingga kini belum ada pangeran yang melamarnya? Ia manyun di depan cermin.
***
Senja terus saja beranjak berganti malam yang bertabur bintang-bintang gemerlapan, tampak dari jendela wajah manis menghadap Bulan yang bersinar di tengah kegelapan malam menambah kecantikan wajah Bulan yang bersinar layaknya Bulan di langit. Ada yang tengah dipikirkannya, sepulang dari kantor tadi. Feeza memberi kabar bahwa teman suaminya ada yang tertarik pada Bulan saat melihat bertemu di pesta pernikahan Feeza. Namun pada saat itu ia bimbang, kini dengan melihat penampilan Bulan yang baru akhirnya ia memantapkan hati untuk menjadi sosok yang muhrim, menjadi imam dalam sebuah keluarga kecil bersama Bulan.
Dua hari setelah pernikahan Feeza, Bulan mendapat hidayah, ia akhirnya memutuskan untuk mengenakan jilbab. Dengan menggunakan jilbab wajahnya nampak kian manis dan cantik. Berbeda dengan Feeza yang telah mengenakan jilbab saat kuliah dan aktif di Rohis. Sungguh Bulan tak menduga jodohnya datang setelah ia mengenakan jilbab.
Puji syukur dia panjatkan selalu di setiap detik. Begitu pun dengan di sepertiga malam, ia selalu bermunajat pada sang Khalik yang selalu menyayangi dan mengasihi hambaNya.
Proses lamaran Bulan telah berlangsung beberapa minggu. Hari-hari Bulan diliputi dengan kebahagiaan, tak perlu berlama-lama. restu dari masing-masing orang tua telah dikantongi, lamaran pun telah diterima, pernikahan pun diselenggarakan secepatnya. Tanggal 25 April dipilih sebagai hari ikrar suci dalam pernikahan. Bulan tampak gelisah, jam menunjukkan pukul 9.00 pagi, namun Adi calon suaminya atau mempelai pria belum juga datang. Padahal jam 10.00 akad nikah akan dilangsungkan di sebuah masjid yang jarakanya kurang lebih 30 menit.
Tidak hanya Bulan, kedua orang tuanya beserta kerabat lain, pun Feeza tengah harap-harap cemas. Feeza terus saja mencoba menenangkan hati Bulan, mungkin calon suaminya terjebak macet atau yang lain.
Tiga puluh menit berlalu, datanglah seorang ....
BERSAMBUNG ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar