Satu bulan
telah berlalu hingga perubahan pada diri Zahra sudah benar-benar kentara. Zahra
terlihat sudah benar-benar berbeda. Ia tak hanya baik, tapi juga rajin dan
pintar memasak. Hari-harinya senantiasa diisi dengan berbagai kegiatan positif
dengan perasaan yang riang gembira.
Hingga di
suatu hari saat membuka akun facebooknya, Zahra menemukan status yang tak ia duga
dan tak pernah ia harapkan sebelumnya. Di dalam status sang ikhwan tertuliskan
:
“Mohon
doanya kepada semua teman-teman, bahwa saya Insya Allah akan segera
melangsungkan pernikahan dengan ukhti Nasya...”
Jleg! Hati
Zahra down, kemudian bergetar hebat. Ia benar-benar tak menyangka dan tak siap menerima
kenyataan bahwa ternyata ikhwan yang ia dambakan untuk menjadi jodohnya itu akan
melangsungkan pernikahan dengan wanita lain, bukan dengan dirinya. Zahra
semakin terasa syok karena banyak perubahan yang dia lakukan adalah semata
karena termotivasi oleh sang ikhwan dan sangat terkagum dengannya sehingga dia
berharap bahwa dengan memantaskan diri maka ia akan layak dan benar-benar dapat
bersanding dengan sang ikhwan.
Zahra tak
bisa berucap kata lagi. Air matanya tiba-tiba mewakili kata-kata yang tak
terucap dengan mengalir perlahan namun semakin deras dari kelopak mata yang
ayu. Perlahan wajah Zahra terlihat sedih. Kepala tertunduk. Tangan melingkar
pada guling. Kaki bersila. Ledakan tangisan pun tak terelakkan hingga membasahi
guling kesayangan.
Di hari itu
Zahra mengurung diri seharian di kamar. Kontan saja kedua orang tua Zahra merasa
bingung karena seharian Zahra tidak keluar kamar. Bahkan untuk sekedar makan
dan minum pun tidak. Padahal biasanya Zahra dikenal sebagai anak yang periang
dan rajin. Sang ibu berusaha untuk memahami keadaan sang anak. Ia segera
menghampiri kamar putrinya dan mengetuk pintu kamar.
“Zahra, kamu
seharian mengurung diri di kamar, Nak. Ada apa?” tanya sang ibu dengan nada penuh
was-was. Namun di seberang pintu tak ada jawaban yang terdengar. “Zahra, ibu masuk kamar ya?” pinta sang ibu.
Setelah
beberapa detik tak ada jawaban, sang ibu pun kemudian mencoba membuka pintu
kamarnya yang memang tidak dikunci. Sebagai seorang ibu, sang ibu merasakan apa
yang sebenarnya sedang terjadi pada putrinya. Naluri keibuannya memberikan
pemahaman kepadanya tentang bagaimana keadaan putrinya saat ini.
“Hmmm, pasti
kamu sedih karena cinta ya?” hibur sang ibu sambil membelai kepala putri kesayangannya.
“Sudahlah sayang, jodoh itu rahasia Allah. Tugas kita hanya sebatas ikhtiar tanpa
putus asa. Pada akhirnya, Dialah yang akan menjadi penentu segalanya. Tenanglah
anakku, kalau jodoh pasti bertemu. Namanya jodoh pasti tidak akan ke mana-mana,
tapi kalau memang tak berjodoh ya pasti ke mana-mana. Barangkali memang dia bukan
jodohmu. Insya Allah, Allah telah mempersiapkan jodoh yang lain yang terbaik untukmu”
nasihat ibu dengan penuh kasih. “Paling tidak, kan ada manfaat dari yang kamu
dapatkan sekarang. Coba lihat kamu sekarang, pakaiannya masya Allah begitu
anggun dan syari. Kamu juga jadi pintar masak, jadi lebih rajin ibadah, dan
sebagainya. Sudah jangan sedih lagi ya” bujuk sang ibu.
Zahra pun
mulai mampu menahan kesedihannya dan menahan air matanya agar tidak mengalir
lagi. Tiba-tiba di tengah keheningan antara Zahra dan ibunya, terdengarlah
ketukan pintu depan rumah.
Tok...
tok... tok...
“Assalamualaikum,”
terdengar suara dari seberang pintu. Suara seorang lelaki.
“Nah tuh
coba bukakan pintu, siapa tahu dia adalah jodohmu,” goda sang ibu pada
putrinya.
“Ih apaan
sih Ibu. Ada-ada aja deh,” sahut Zahra dengan nada sedikit cemberut. Sepertinya
ia telah menemukan sedikit keceriannya kembali. Zahra pun segera menuju pintu
depan untuk membukakan pintu bagi sang tamu. Ternyata dia adalah...
“Selamat
pagi, Mbak. Saya sales dari perusahaan Perkasa ingin menawarkan produk kami yang
barang kali cocok untuk kebutuhan keluarga Mbak..., produk yang kami tawarkan adalah
bla..., bla..., bla...,”
Zahra pun
hanya tersenyum kecut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar